Kamis, 17 Oktober 2013

PROSEDUR PENUMPATAN ATRAUMATIC RESTORATIVE TREATMENT

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEMEN IONOMER KACA DAN TINGKAT KEPATUHAN PROSEDUR PENUMPATAN ATRAUMATIC RESTORATIVE TREATMENT PADA PERAWAT GIGI

 DI PUSKESMAS SE-KOTA KUPANG


Karya Tulis Ilmiah

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat  Memperoleh

Gelar Ahli  Madya Keperawatan Gigi









Oleh

ANDREAS DENY MORA KOMAR

PO. 530320410724



POLITEKNIK KESEHATAN  KEMENTRIAN KESEHATAN  KUPANG

JURUSAN KEPERAWATAN GIGI

2013



KATA PENGANTAR


           Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan rahmatNya, telah memberikan  kesabaran serta ketabahan kepada penulis, sehingga  penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul  Tingkat Pengetahuan Tentang Semen Ionomer Kaca Dan Tingkat Kepatuhan Prosedur Penumpatan Atraumatic Restorative Treatment Pada Perawat Gigi Di Puskesmas Se-Kota Kupang, untuk melengkapi syarat dalam memperoleh gelar Ahli Madya  Keperawatan Gigi.

Dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tentunya banyak kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi. Meskipun demikian, berkat bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, penyelesaian karya tulis ilmiah ini dapat terlaksana dengan baik. Atas semua bantuan serta sarannya, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Akhir kata  semoga karya tulis ilmiah  ini dapat bermanfaat bagi Ilmu Keperawatan Gigi umumnya, bagi pembaca yang menaruh minat pada khususnya.    

       





                                                                                       Kupang,  Juli  2013

                                                                   

                                                                                      


 Penyusun





DAFTAR  ISI



                                                                                                                         Halaman

HALAMAN JUDUL...................................................................................... .... i

LEMBARAN  PERSETUJUAN.................................................................. .... ii

LEMBARAN PENGESAHAN......................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN................................................... .... iv

KATA PENGANTAR................................................................................... .... v

DAFTAR ISI...................................................................................................     vi

ABSTRAK........................................................................................................   x


BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. .... 1

A.    Latar Belakang.....................................................................................     1

B.     Rumusan Masalah.................................................................................     6

C.     Tujuan  Penelitian.................................................................................     6

D.    Manfaat Penelitian................................................................................     6


BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................     7

A.    Telaah Pustaka......................................................................................     7

1.      Pengetahuan........................................................................................ 7

2.      Kepatuhan.......................................................................................    14

3.      Semen Ionomer Kaca......................................................................    19

4.      Atraumatic Restorative Treatment ( ART )....................................    23

5.      Prosedur Atraumatic Restorative Treatment...................................    25

B.     Kerangka Konsep..................................................................................    29

BAB III METODE PENELITIAN..............................................................    30

A.    Jenis Penelitian......................................................................................    30

B.    Lokasi Penelitian...................................................................................    30

C.    Populasi dan Sampel.............................................................................    30

D.    Variabel Penelitian................................................................................    30

E.     Definisi Operasional.............................................................................    31

F.     Instrumen Penelitian.............................................................................    31

G.    Analisa Data.........................................................................................    31

H.    Jalannya Penelitian................................................................................    32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................    33

A.    Hasil Penelitian.....................................................................................    33

B.    Pembahasan .........................................................................................    34


BAB V PENUTUP.........................................................................................   42

A.    Kesimpulan ..........................................................................................   42

B.     Saran  ...................................................................................................   42



DAFTAR PUSTAKA......................................................................................          44


DAFTAR LAMPIRAN




















TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEMEN IONOMER KACA DAN TINGKAT KEPATUHAN PROSEDUR PENUMPATAN ATRAUMATIC RESTORATIVE TREATMENT PADA PERAWAT GIGI

DI PUSKESMAS SE-KOTA KUPANG

Andreas Deny Mora Komar, Emma Krisyudhanti, Shri Ayu P. Mahastuti


ABSTRAK

Latar Belakang          : Perawat gigi adalah salah satu unsur pemberi pelayanan kesehatan sehingga perawat gigi harus profesional dalam menjalankan profesinya dengan pengetahuan dan ketrampilan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut salah satunya dalam pelaksanakan prosedur Atraumatic Restorative Treatment (ART). Atraumatic Restorative Treatment merupakan bagian dari minimal intervensi meliputi komponen restoratif dan preventif terdiri dari pembersihan kavitas gigi secara manual dengan instrumen tangan dan merestorasinya dengan bahan adhesif yang mampu melepaskan fluorida seperti semen ionomer kaca (SIK).

Tujuan penelitian        : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan  tentang semen ionomer kaca serta tingkat kepatuhan prosedur penumpatan dengan teknik Atraumatic Restorative Treatment (ART) pada perawat gigi di puskesmas se-Kota Kupang.

Jenis  Penelitian          : Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang dipilih adalah jenis penelitian deskriptif yaitu untuk menggambarkan tentang pengetahuan perawat gigi tentang semen ionomer kaca serta  kepatuhan prosedur Atraumatic Restorative Treatment dalam praktek keperawatan gigi di puskesmas se- Kota Kupang.

Metode Pengambilan Data : Dilakukan dengan cara pengisian lembaran kuisioner oleh 26 perawat gigi di puskesmas se-kota Kupang dan observasi oleh peneliti.

Hasil Penelitian           : Dari hasil penelitian terhadap 26 perawat gigi di Puskesmas se-kota Kupang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan perawat gigi tentang Semen Ionomer Kaca berada pada kriteria baik yakni sebesar 22 orang atau  85 % dan kriteria sedang sebanyak 4 orang atau 15 % serta penerapan prosedur Atraumatic Restorative Treatment (ART) oleh perawat gigi dalam melakukan penanganan medis, yang dilakukan melalui observasi diperoleh hasil bahwa kepatuhan prosedur Atraumatic Restorative Treatment (ART) yang tertinggi berada pada kategori baik sebanyak 23 responden, sedangkan 3 responden berada pada kategori sedang.

Kesimpulan                 : Tingkat pengetahuan tentang semen ionomer kaca, berada pada kriteria baik karena dipengaruhi oleh  faktor latar belakang  pendidikan, mengikuti seminar / pelatihan, pengalaman kerja serta usia; Tingkat kepatuhan perawat gigi dalam prosedur Atraumatic Restorative Treatment oleh responden termasuk kategori baik sebesar 88 % responden; Tingkat kepatuhan perawat gigi dalam prosedur Atraumatic Restorative Treatment oleh responden termasuk kategori baik di pengaruhi oleh faktor Pengetahuan dan Tingkat pendidikan.

Kata Kunci                 : Semen Ionomer Kaca, Kepatuhan Prosedur Penumpatan Atraumatic Restorative Treatment (ART)







BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi derajat kesehatan individu maupun masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama–sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat                 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001). Pelayanan kesehatan gigi dan mulut merupakan program inovatif yang diselenggarakan di puskesmas secara menyeluruh dan terpadu dengan program kesehatan lainnya. Pelayanan yang diberikan bersifat profesional kepada masyarakat, keluarga, individu baik yang sehat maupun yang sakit.

Perkembangan dalam bidang kesehatan terutama kesehatan gigi khususnya sudah demikian majunya, dan terjadi banyak perubahan dalam sistem pengobatan ataupun perawatan gigi. Dengan kemajuan teknologi serta ilmu kesehatan  petugas kesehatan gigi juga di tuntut untuk dapat beradaptasi dengan kemajuan ilmu dan teknologi tersebut agar dapat menunjukan kinerja yang sesuai dengan standar pelayanan dimanapun mereka bekerja atau bertugas. Berkaitan dengan upaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut, maka disusun Standar Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut sesuai keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 284/Menkes/SK/IV/2006 tentang Standar Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut yang merupakan acuan bagi perawat gigi dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Salah satu standar pelayanan tersebut adalah standar kuratif yaitu standar Atraumatic Restorative Treatment (ART). Atraumatic Restorative Treatment ini merupakan metode baru dengan prinsip minimal intervensi dalam merawat lubang gigi yang diperkenalkan pada pertemuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Hari Kesehatan Sedunia tahun 1994. Atraumatic Restorative Treatment pada awalnya berkembang untuk digunakan pada negara yang kurang berkembang dimana perawatan gigi secara lengkap tidak tersedia.

Di Indonesia, studi mengenai upaya pencegahan karies menggunakan alternatif Atraumatic Restorative Treatment-Semen Ionomer Kaca telah dilakukan di 12 Sekolah Dasar. Studi tersebut membandingkan keberhasilan Atraumatic Restorative Treatment-Semen Ionomer Kaca terhadap Atraumatic Restorative Treatment + (pembersihan karies dengan cara konvensional) dan tumpatan Semen Ionomer Kaca. Pelaksanaan tumpatan dilakukan oleh dokter gigi pada jam sekolah. Success rate tumpatan Atraumatic Restorative Treatment pada tahun pertama 99,4%, tahun kedua 97,8% dan tahun ketiga 78,3%. Kemudian tahun 1998-2001, dikembangkan di 3 kabupaten lainnya di provinsi Jawa Barat yaitu di kabupaten Cianjur, Karawang dan Serang. Tenaga pelaksana tumpatan adalah perawat gigi di wilayah kerja yang telah mendapatkan pelatihan mengenai Atraumatic Restorative Treatment dari Direktorat Kesehatan Gigi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Di 3 kabupaten tersebut success rate hasil pemeriksaan Atraumatic Restorative Treatment setelah 2 tahun penumpatan adalah 99,4% di Cianjur, 86,1% di Karawang dan 92,4% di Serang. Success rate tumpatan yang dilakukan oleh perawat gigi juga bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya, di Cianjur, Serang dan Karawang. Dari studi di Harare, Thailand maupun di Indonesia, tidak ada perbedaan yang bermakna keberhasilan tumpatan Atraumatic Restorative Treatment antara dokter gigi dan perawat gigi.

Atraumatic Restorative Treatment  merupakan bagian dari minimal intervensi meliputi komponen restoratif dan preventif terdiri dari pembersihan kavitas gigi secara manual dengan instrumen tangan dan merestorasinya dengan bahan adhesif yang mampu melepaskan fluorida seperti semen ionomer kaca (SIK). Steffen mengemukakan bahwa kegagalan dari Atraumatic Restorative Treatment terjadi akibat material yang digunakan, operator pelaksana dan tehnik pelaksanaan, dental material berhubungan dengan kekuatan fisik, flow rate dan konsistensi bahan yang digunakan. Tenaga pelaksana harus memahami dengan tepat indikasi Atraumatic Restorative Treatment, pembersihan karies dengan benar, pengeringan kavitas, pemakaian kondisioner, pengadukan material dan insersi material ke dalam kavitas. Penggunaan instrumen genggam bila kurang berhati-hati dapat mengakibatkan fraktur email, dan penekanan tumpatan Atraumatic Restorative Treatment dengan jari (press finger) yang kurang tepat, mengakibatkan hasil tumpatan tidak sempurna.

Semen Ionomer Kaca pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1972 sebagai bahan restorasi gigi. Bahan ini terdiri atas bubuk dan cairan. Bubuknya berupa bubuk kaca fluoroaluminosilikat dan cairannya adalah asam polialkenoat. Material ini mampu berikatan secara  kimia dengan jaringan gigi, memiliki koefisien termal yang sama dengan dentin, dan dapat melepas fluorida yang memungkinkan untuk mencegah terjadinya karies sekunder. Bahan ini merupakan hibrida antara semen silikat dan semen polikarboksilat. Semen Ionomer Kaca mempunyai beberapa klasifikasi, tetapi susunan untuk semua kategori tidak berbeda dan perbedaannya terletak pada rasio antara bubuk-cairan serta ukuran partikel yang di sesuaikan dengan fungsinya. Karena awalnya sifat fisiknya kurang baik dan indikasinya terbatas, maka pada akhir tahun 1980an Semen Ionomer Kaca mulai dikembangkan.

Semen ionomer kaca merupakan salah satu bahan restorasi yang sering digunakan karena material ini dianggap paling biokompatibel. Semen ionomer kaca memiliki kelebihan yaitu kemampuan adhesif pada enamel dan dentin, biokompatibel terhadap jaringan gigi, mudah digunakan, dan biayanya yang murah. Pada awalnya semen ionomer kaca konvensional yang digunakan dalam percobaan Atraumatic Restorative Treatment. Kemudian secara khusus dikembangkan semen ionomer kaca untuk penggunaan Atraumatic Restorative Treatment dan menggantikan yang konvensional.

Menggunakan cara untuk mencegah dan merawat gigi yang berkaries dengan prosedur Atraumatic Restorative Treatment yang memiliki prinsip menyingkirkan jaringan karies gigi dengan  menggunakan instrument tangan dan merestorasi kavitas dengan bahan adhesive yang melepaskan fluorida sehingga dapat mencegah terjadinya sekunder karies atau karies baru di sekitar gigi. Mengingat manfaat Atraumatic Restorative Treatment  yang sangat besar dan penggunaan yang mudah dan tidak perlu menggunakan listrik maka sangatlah cocok untuk melakukan perawatan Atraumatic Restorative Treatment, sehingga dapat mengurangi rasa takut pasien apabila dilakukan sesuai prosedur kerja oleh perawat gigi.           Mengingat pentingnya mencegah gigi berlubang maka diperlukan perawatan apabila sudah terbentuknya lubang gigi dengan mengambil jaringan gigi yang terdemineralisasi saja dan memelihara struktur gigi yang sehat sehingga dapat meminimalisir terjadinya lubang gigi dan mengoptimalisasikan kesehatan gigi dan mulutnya, meningkatkan pengetahuan pasien tentang kesehatan gigi dan mulutnya sendiri.

Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1991). Kota Kupang memiliki 10 puskesmas yang menyebar dari pusat kota sampai ke sudut kota yang tentunya memiliki tenaga perawat gigi yang berlatar belakang pendidikan yang berbeda. Tenaga kesehatan gigi merupakan salah satu unsur penting dalam pelaksanaan upaya kesehatan gigi dan mulut untuk dapat menyelenggarakan pelayanan yang profesional kepada individu, kelompok dan masyarakat di sarana pelayanan kesehatan demi meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Perawat gigi adalah salah satu unsur pemberi pelayanan kesehatan sehingga perawat gigi harus profesional dalam menjalankan profesinya dengan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan latar belakang ataupun jenjang pendidikan seperti lulusan Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG), Diploma III Keperawatan Gigi, Diploma IV Keperawatan Gigi dll.

Dari data awal yang didapatkan rata-rata setiap puskesmas memiliki satu orang tenaga perawat gigi dengan latar belakang pendidikan Sekolah Pengatur Rawat Gigi, dan satu orang dengan latarbelakang Diploma III keperawatan gigi. Dari setiap tenaga yang ada juga rata-rata telah mengikuti pelatihan tentang teknik penambalan gigi dengan metode Atraumatic Restorative Treatment sebanyak satu kali pada tahun 2012 selama 2  Jam dan sebagai narasumbernya adalah Drg.Emma Krisyudhanti,MDSc.

 Mengingat semakin berkembangannya kurikulum pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi maka tenaga kesehatan gigi dituntut untuk dapat melaksanakan prosedur asuhan kesehatan gigi dan mulut secara profesional sesuai dengan kompetensinya. Salah satu kemampuan yang harus dilakukan oleh seorang perawat gigi adalah melakukan  preparasi kavitas dengan hand instrument dan penumpatan dengan Atraumatic Restorative Treatment (ART). Keprofesionalan perawat gigi ditandai dengan kemampuan yang didukung oleh pengetahuan teoritis tentang keperawatan gigi, terdidik dan terlatih di dalam menghadapi masalah dan melakukan tindakan yang berkaitan dengan keperawatan gigi, kewenangan prosedur penumpatan dengan teknik Atraumatic Restorative Treatment (ART) pada perawat gigi di puskesmas se-Kota Kupang.

Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk meneliti  Tingkat Pengetahuan Tentang Semen Ionomer Kaca Dan Tingkat Kepatuhan Prosedur Penumpatan Atraumatic Restorative Treatment Pada Perawat Gigi  Di Puskesmas Se-Kota Kupang”.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis dapat memaparkan permasalah sebagai berikut : Bagaimana Tingkat Pengetahuan Tentang Semen Ionomer Kaca Serta Tingkat Kepatuhan Prosedur Penumpatan Dengan Teknik  Atraumatic Restorative Treatment ( ART ) Pada Perawat Gigi Di Puskesmas Se-Kota Kupang.

C.    Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan  tentang semen ionomer kaca serta tingkat kepatuhan prosedur penumpatan dengan teknik Atraumatic Restorative Treatment (ART) pada perawat gigi di puskesmas se-Kota Kupang.

D.      Manfaat Penelitian

1.    Bagi Peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam melaksanakan penelitian dan juga sebagai penerapan ilmu yang didapat selama mengikuti proses perkuliahan.

2.    Bagi Institusi

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah kepustakaan pada jurusan keperawatan gigi sehingga dapat dijadikan bahan bacaan dan referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan bisa juga sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya.

3.    Bagi Perawat Gigi

Sebagai tolok ukur dalam peningkatan pelayanan prosedur penumpatan dengan teknik Atraumatic Restorative Treatment (ART) perawat gigi di puskesmas


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


A.    Telaah Pustaka

1.      Pengetahuan

Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi beberapa faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003). Pengetahuan merupakan hasil dari proses mencari tahu, dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep – konsep, baik melalui proses pendidikan maupun melalui pengalaman, Notoadmodjo (2005). Pengetahuan  merupakan  hasil dari tahu, dan ini terjadi  setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan, indra pendengaran, indra penciuman, indra peraba, dan indra perasa. Pengetahuan juga merupakan domain yang sangat penting untuk terbantuknya  tindakan seseorang. Orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan dan pengetahuan itu tidak lain adalah dari hasil tahu seseorang,  karena pengetahuan merupakan salah satu aspek perilaku yang menunjukan kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya. Pengetahuan ini akan menunjukan kemampuan seseorang untuk mengerti dan menggunakan kemampuan terhadap segala sesuatu yang telah dipelajari (Staton,1997).

Pengetahuan harus sesuai dengan aspek obyek yang diketahui jika orang tidak tahu akan salah satu aspek dari obyeknya, ia belum lengkap pengetahuannya. Orang yang hendak tahu memang harus sadar dan kesadaran itu harus ada, bahkan mutlak bagi pengetahuan, karena yang tidak sadar tentu tidak tahu. Aristoteles membagi ilmu pengetahuan menjadi 3 kelompok besar yang meliputi  a) Ilmu pengetahuan teoritis yaitu, pengetahuan yang hanya mempunyai tujuan demi pengetahuan itu sendiri; b) Ilmu pengetahuan praktis yaitu, pengetahuan hanya bertujuan demi tingka laku atau mendorong aktivitas; c) Ilmu pengetahuan produktif yaitu, pengetahuan yang bertujuan demi kegunaan atau keindahan, kebenaran. Dari pembagian tersebut yang penting adalah bahwa orang memusatkan perhatiannya bukan pada masalah-masalah teoritis melainkan pada penarikan manfaat bagi kesejahteraan manusia. Dengan kata lain yang diutamakan adalah penerapan pengatahuan tersebut untuk menyelesaikan persoalan (problem solving) sehingga untuk dapat mencapai tingkat tersebut harus melalui tahapan-tahapan untuk mencapai tingkat pengetahuan yang optimal.

Beberapa tingkat pengetahuan menurut  Notoatmodjo (2005) yaitu Tahu (Know), memahami (Comprehension), Aplikasi (Aplication), Analisis (Analysis), Sintesis dan evaluasi. Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah di pelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recal) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang rendah. Setelah seseorang tahu atau mengingat akan suatu materi tentunya harus memahaminya agar dapat menginterprestasikannya secara tepat dan benar. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Suatu obyek yang telah di pelajari tentunya perlu untuk di aplikasikan  secara baik dan benar pula sehingga apa yang telah di pahaminya juga dapat di ketahui oleh orang lain. Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Pada tahap selanjutnya dari tingkat pengetahuan adalah menganalisis apa yang telah di pelajarinya sehingga dapat diukur tingkat pemahaman akan suatu obyek.  Analisis diartikan sebagai  suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam satu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain. Pada tahap selanjutnya adalah tahap sintesis dimana menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. Pada tahap terakhir dari semua tahapan di atas adalah melakukan evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan jusfikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Dalam pencapaian pengetahuan tentunya tidak terlepas dari adanya faktor-faktor pendukung sehingga seseorang bias menjadi tahu dari yang sebelumnya tidak tahu. Menurut Notoatmodjo (2007), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu Pendidikan, informasi, social budaya dan ekonomi, lingkungan kerja, pengalaman/masa kerja serta usia.

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.  Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang perpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah  pula. Pendidikan juga bias didapatkan melalui Informasi yang di peroleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Kebiasan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk juga dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang,  dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi ekonomi seseorang. Lingkungan juga berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik , biologis, maupun social. Pengalaman / masa  kerja seseorang merupakan sumber pengetahuan karena dengan pengalaman, seseorang bisa memperoleh

     kebenaran dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.

     Kreitner dan Kinichi (2004) juga menyatakan bahwa masa kerja yang lama cenderung akan lebih banyak memperoleh ilmu dalam  pekerjaannya.

     Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,sehingga pengetahuannya yang diperolehnya semakin membaik.

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokan menjadi dua, yakni :

                         a.   Cara Memperoleh Kebenaran Nonilmiah

1.   Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara memperoleh kebenaran non ilmiah, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Metode ini telah digunakan oleh orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Metode ini telah banyak jasanya, terutama dalam meletakan dasar-dasar mennemukan teori-teori dalam berbagai cabang iilmu pengetahuan.

2.   Secara Kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan enzim urease oleh Summers pada tahun 1926.



3.   Cara Kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintah, tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan.

4.   Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh karena itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

5.   Cara Akal Sehat

Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para orang tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasihat orang tuanya,atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya berbuat salah, misalnya dijewer telinganya atau dicubit. Ternyata cara menghukum anak ini sampai sekarang berkembang menjadi teori atau kebenaran, bahwa hukuman adalah merupakan metode (meskipun bukan yang paling baik) bagi pendidikan anak. Pemberian hadiah dan hukuman (reward and punishment) merupakan cara yang masih dianut oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan.


6.   Kebenaran Melalui Wahyu

Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak.

7.   Kebenaran secara Intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia cepat sekali melalui proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir. Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang sisitematis. Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara hati atau bisikan hati saja.

8.   Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

9.    Induksi

Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pertanyaan yang bersifat umum. Proses berpikir induksi berasal dari hasil pengamatan indra atau hal-hal yang nyata, maka dapat dikatakan bahwa induksi beranjak dari hal-hal yang konkret kepada hal-hal yang abstrak.

10.  Deduksi

Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum yang ke khusus. Aristoteles (384-322SM) mengembangkan cara berpikir deduksi ini ke dalam suatu cara yang disebut “silogisme”. Silogisme merupakan suatu bentuk deduksi berlaku bahwa sesuatu yang dianggap benar secara umum pada kelas tertentu, berlaku juga kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang termasuk dalam kelas itu

                     b.      Cara Ilmiah dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistimatis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut „metode penelitian ilmiah‟, atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626). Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni :

1)      Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan

2)      Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan

3)      Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu.


Pengukuran Pengetahuan

Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo, (2007) bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dan tradisi sebagai faktor predisposisi disamping faktor pendukung seperti lingkungan fisik, prasarana atau faktor pendorong yaitu sikap dan prilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya.

Pengukuran pengetahuan menurut Arikunto (2006), dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dengan objek penelitian atau responden. Data yang bersifat kualitatif di gambarkan dengan kata-kata, sedangkan data yang bersifat kuantitatif terwujud angka-angka, hasil perhitungan atau pengukuran, dapat diproses dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh persentase, setelah dipersentasekan lalu ditafsirkan kedalam kalimat yang bersifat kualitatif.

1)      Kategori baik yaitu menjawab benar 76%-100% dari yang diharapkan

2)      Kategori cukup yaitu menjawab benar 56%-75% dari yang diharapkan.

3)      Kategori kurang yaitu menjawab benar <56% dari yang diharapkan.

2.      Kepatuhan

a.      Pengertian

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Menurut Adiwimarta, Maulana, & Suratman (1999) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau loyalitas. Kaplan dkk, (1997). Kepatuhan adalah derajat dimana petugas kesehatan mengikuti prosedur kerja yang telah di tetapkan. Menurut Sacket dalam Niven (2000) kepatuhan adalah sejauh mana petugas kesehatan mengikuti prosedur kerja yang telah di tetapkan. Heri P (1999) Kepatuhan merupakan suatu bentuk perilaku. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia.  Menurut Smet (1994), kepatuhan adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya. Dalam hal ini kepatuhan pelaksanaan prosedur tetap (protap) adalah untuk selalu memenuhi petunjuk atau peraturan-peraturan dan memahami etika keperawatan di tempat perawat tersebut bekerja. 

b.      Klasifikasi kepatuhan

Ghana Syakira (2009) kepatuhan dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: patuh dan tidak patuh. Seseorang dapat dikatakan patuh apabila melaksanakan tindakan sesuai dengan ketentuan, sedangkan seseorang dikatakan tidak patuh apabila melaksanakan tindakan tidak sesuai dengan ketentuan. Seseorang patuh seringkali karena ingin menghindari hukuman/ sangsi jika dia tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dia mematuhi anjuran tersebut. Biasanya perubahan yang terjadi pada tahap ini sifatnya sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan. Tetapi begitu pengawasan itu mengendur / hilang, perilaku itupun ditinggalkan. Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru, dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut (change agent).

c.       Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut (Niven, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah:

1)      Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.

2)      Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian yang dapat mempengaruhi kepatuhan.

3)      Modifikasi faktor lingkungan dan social

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap suatu aturan ataupun prosedur .Lingkungan berpengaruh besar pada kepatuhan seseorang karena lingkungan yang harmonis dan positif akan membawa dampak yang positif pula, kebalikannya lingkungan negatif akan membawa dampak buruk pada kepatuhan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik \, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut.

4)      Informasi

Informasi yang di peroleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan

5)      Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik pula ibu melaksanakan antenatal care (Azwar, 2007).

6)      Usia
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin matang dan teratur melakukan antenatal care (Notoatmodjo, 2007).

7)      Dukungan Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2 orang atau lebih, adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga berinteraksi satu sama lain, mempertahankan satu kebudayaan (Effendy, 2006).

Nurbaiti (2007) mengemukakan kepatuhan dapat di pengaruhi oleh faktor internal dan faktor external seperti usia, pendidikan, pengetahuan dan masa kerja didukung oleh Notoatmodjo yang mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah pendidikan, usia, dan motivasi. Kepatuhan memiliki 5 karakteristik yaitu adanya kemampuan untuk melakukan sesuai dengan yang diharapkan, fleksibel, adaptif, adanya pengaruh orang lain, dan perilaku tambahan dari kepatuhan tersebut (Dunbar (1981).

Karakteristik kepatuhan yang pertama bermakna adanya perilaku yang ditampilkan sesuai dengan yang diinginkan oleh orang lain. Fleksibel bermakna adanya pengulangan perilaku yang diharapkan sesuai dengan situasi yang ada. Adaptif dimaksudkan adanya kemampuan untuk beradaptasi terhadap sesuatu yang baru, berbeda dan berubah dari yang diharapkan. Sementara malleabilitas (malleability) bermakna adanya pengaruh dari orang lain yang membuat kepatuhan terjadi. Perilaku tambahan yang biasanya muncul adalah pengaruh hubungan dengan orang lain.

d.      Variable kepatuhan

Menurut Brunner (2002) Variabel Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan
Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Suddart dan adalah:

a.       Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosio ekonomi dan pendidikan.

b.      Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap tenaga kesehatan, penerimaan, atau penyangkalan prosedur kerja, keyakinan agama atau budaya dan biaya financial dan lainnya yang termasuk dalam mengikuti regimen hal tersebut diatas juga ditemukan oleh Bart Smet dalam psikologi kesehatan.

e.       Derajat Ketidakpatuhan Ditentukan oleh Faktor

Neil Niven (2002: 193), juga mengungkapkan derajat ketidakpatuhan itu ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

1.      Kompleksitas sebuah prosedur perawatan.

2.      Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan.

3.      Lamanya waktu dimana seseorang harus mematuhi program tersebut.

4.      Apakah prosedur tersebut berguna untuk pengembangan profesinya.

5.      Apakah pelaksanaan prosedur itu berpotensi menyenangkan pasien.

6.      Pemahaman tentang intruksi. Tak seorang pun dapat mematuhi intruksi jika ia salah paham tentang intruksi yang diberikan kepadanya.

7.      Kualitas Interaksi. Kualitas interaksi petugas  kesehatan terhadap prosedur kerja merupakan  bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.

8.      Keyakinan, sikap dan kepribadian

f.       Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan

Menurut Smet (1994) berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan adalah :

1)      Dukungan profesional kesehatan

Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh teman sejawat ataupun atasan dapat menanamkan ketaatan bagi petugas kesehatan.

2)      Dukungan social

Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.

3)      Pemberian informasi

Pemberian informasi yang jelas pada perawat akan suatu prosedur perawatan.

3.      Semen Ionomer Kaca

Semen ionomer kaca  merupakan salah satu bahan restorasi yang sering digunakan karena material ini dianggap paling biokompatibel. Bahan material yang pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971 ini terdiri atas bubuk dan cairan, bubuknya berupa bubuk kaca fluoroaluminosilikat dan cairannya adalah asam poliakrilat.  Semen Ionomer Kaca adalah nama generik dari sekelompok bahan yang menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. Bahan ini mendapatkan namanya dari formulanya yaitu suatu bubuk kaca dan asam ionomer yang mengandung gugus karboksil. Juga disebut sebagai semen polialkenoat. Material ini mampu berikatan secara  kimia dengan jaringan gigi, memiliki koefisien termal sama dengan dentin, biokompatibel dan dapat melepas fluorida. Komponen yang terkandung dalam bubuk kaca adalah: SiO2 (35,2-41,9%), Al2O3 (20,1-28,6%), CaF2 (15,7-20,1%), Na3AlF6 (4,1-9,3%), AlF3(1,6-8,9%), dan AlPO4 (3,8-12,1%). Cairan terdiri dari: air dan asam poliakrilik dengan konsentrasi 40-50% dan kadangkala ditambah asam maleik atau asam fumarik.

Ada dua sifat utama Semen Ionomer Kaca yang menjadikan bahan ini diterima sebagai salah satu bahan kedokteran gigi yaitu karena kemampuannya melekat pada enamel dan dentin dan karena kemampuannya dalam melepaskan fluorida. Salah satu karakteristik dari Semen Ionomer Kaca adalah kemampuannya untuk berikatan secara kimiawi dengan jaringan mineralisasi melalui mekanisme pertukaran ion. Mekanisme perlekatan dengan struktur gigi terjadi oleh karena adanya peristiwa difusi dan absorbsi yang dimulai oleh ketika bahan berkontak dengan jaringan gigi. Semen ionomer kaca menggabungkan kualitas adhesif dari semen zinc polikarboksilat dan dengan sifat melepas fluorida dari semen silikat.

Semen ionomer kaca  merupakan salah satu bahan kedokteran gigi yang perkembangannya menarik, Semen ionomer kaca merupakan bahan restorasi yang paling terakhir berkembang bahan ini merupakan bahan pertama yang paling praktis, sewarna dengan gigi, dan beradhesi secara kimiawi pada email dan dentin. Karena bahan ini berkaitan dengan ion kalsium jaringan gigi, ikatannya pada email lebih kuat dibandingkan dengan ikatannya pada dentin, karena email merupakan jaringan yang lebih banyak termineralisasi. Semen ionomer kaca mempunyai sifat penting yang baik yakni mengeluarkan flour secara perlahan sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap karies sekunder, oleh karena semen ionomer kaca mempunyai ikatan silang antar rantai-rantainya karena adanya polynion yang mempunyai berat molekul tinggi dan hal ini membantu meningkatkan daya tahan semen terhadap pelarutan dalam suasana asam. 

Semen ionomer kaca  merupakan tipe semen lainnya yang lebih baru, yang juga didasarkan pada asam poliakrilik adalah semen ionomer  kaca. Karena sifat biologisnya yang baik dan memiliki potensi perlekatan ke kalsium yang ada di dalam gigi ( sama seperti system polikarboksilat ), ionomer kaca terutama digunakan sebagai bahan restorative untuk perawatan daerah erosi dan sebagai bahan penyemenan, juga dapat digunakan sebagai basis walaupun bahan tersebut sangat sensitive terhadap air dan membutuhkan daerah yang kering. Komposisi dan kimiawi semen ionomer kaca tersebut adalah bubuk dan cairan, sesungguhnya cairan semen ionomer kaca merupakan larutan dari asam poliakrilat dalam konsentrasi  kira-kira 50%. Cairannya cukup kental dan cenderung membentuk gel setelah beberapa waktu. Semen ionomer kaca mengandung air yang merupakan struktur paling penting, semen ionomer kaca harus dilindungi dari perubahan air pada strukturnya. perlekatan semen ionomer kaca dengan email lebih tinggi dibandingkan dengan dentin, karena email berisi unsur anorganik lebih banyak dan lebih homogen dilihat dari segi morfologisnya ( Baum,1997).

Keunikan sifat semen ionomer kaca adalah kemampuannya untuk berikatan dengan dentin dan email secara kimia, dengan demikian bahan ini digunakan secara luas pada abrasi servikal tanpa harus melakukan preparasi  kavitas, semen ionomer kaca dapat digunakan sebagai pada kavitas dengan dentin segar pelapik sebaiknya tetap diberikan, reaksi minimal pulpa yang umum terjadi adalah akibat dari proses adhesi semen ke jaringan gigi, adhesi ini sebenarnya mencegah kebocoran bakteri.

Kontaminasi saliva dengan semen ionomer kaca selama penumpatan dan sebelum semen ionomner kaca mengeras dengan sempurna sangatlah berbahaya karena semen akan mudah larut dan daya adhesinya akan menyusut. Pada penumpatan  dengan semen ionomer kaca, kavitas harus diisolasi dengan sangat efektif dari kontaminasi saliva dan darah, sejak dentin sehat telah terbuka selama preparasi, dianjurkan untuk memberi semen pelapik seperti yang diuraikan pada amalgam, namun tanpa pemberian pernis compalite karena bahan ini akan mengurangi daya adhesi semen terhadap email dan dentin. Warna semen disesuaikan dengan warna gigi dengan mengacu pada pemandu warna yang telah disediakan dalam kemasan, tuangkan bubuk dan cairan dalam jumlah yang tepat diatas kertas pengaduk, pencampuran semen dilakukan dengan menggunakan spatula baik dengan menambahkan jumlah bubuk yang tepat ke dalam cairan atau menambahkan bubuk inkramen demi inkramen ke dalam cairannya sampai mendapatkan konsistensi seperti dempul / pasta yang teksturnya halus.

Campuran semen harus ditumpatkan dengan secepat mungkin dan secara inkramen demi inkramen sampai seluruh aspek kavitas terisi tanpa menimbulkan gelembung udara, kelebihan tumpatan, diukir dengan ekscavator atau scaler sabit tajam selama tumpatan masih dapat diukir biasanya dalam periode beberapa menit setelah insersi. Tepi restorasi harus ditutupi dengan dua lapisan pernis untuk mencegah kontaminasi kelembaban, sebab semen dalam masa-masa awalnya sangat peka terhadap larutan. Untuk mendapat restorasi yang tahan lama, ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi, termasuk diantaranya preparasi permukaan kavitas yang benar untuk mendapatkan ikatan yang baik, pengadukan yang benar untuk mendapatkan adukan yang bisa dimanipulasi, dan penyelesaian  serta perlindungan permukaan selama pengerasan semen.

Semen Ionomer Kaca meraih popularitas karena kelebihan sifatnya  dapat melepas fluor yang sangat berperan sebagai antikaries. Dengan adanya bahan tambal ini, resiko kemungkinan untuk terjadinya karies sekunder di bawah tambalan jauh lebih kecil dibanding bila menggunakan bahan tambal lain. Semen Ionomer Kaca juga bersifat Biokompatibilitas  terhadap jaringan sangat baik (tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap tubuh) serta material ini melekat dengan baik ke struktur gigi karena mekanisme perlekatannya adalah secara kimia yaitu dengan pertukaran ion antara tambalan dan gigi. Oleh karena itu, gigi tidak perlu diasah terlalu banyak seperti halnya bila menggunakan bahan tambal lain. Pengasahan perlu dilakukan untuk mendapatkan bentuk kavitas yang dapat  memegang bahan tambal.

Dibalik kelebihannya Semen Ionomer Kaca juga mempunyai kekurangan. Kekurangan dari bahan ini yang sering terjadi adalah kekuatannya  lebih rendah bila dibandingkan bahan tambal lain, sehingga tidak disarankan untuk digunakan pada gigi yang menerima beban kunyah besar seperti gigi molar (geraham), warna tambalanya lebih opaque, sehingga dapat dibedakan secara jelas antara tambalan dan permukaan gigi asli, serta tambalan ini lebih mudah aus dibanding tambalan lain.

4.       Atraumatic Restorative Treatment

Atraumatic Restorative Treatment adalah suatu teknik penanganan kerusakan gigi / excavasi lubang hanya dengan hand instrument                (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Teknik penumpatan gigi hanya menggunakan hand instrument (Atraumatic Restorative Treatment Set) pada karies gigi yang masih dangkal (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1996). Atraumatic Restorative Treatment merupakan perawatan penambalan gigi tanpa banyak menimbulkan trauma pada gigi, rasa sakit maupun psikologis trauma. Bahan tambal yang digunakan biasanya semen ionomer kaca, dan menurut penelitian perawatan ini lebih disukai karena sedikit menimbulkan trauma, serta hasilnya cukup memuaskan karena hanya dengan satu kali kunjungan serta harganya pun lebih terjangkau karena tidak menggunakan sarana listrik. Karies gigi  hanya dibersihkan dan dikeruk bagian dentin yang rusaknya saja, dan selanjutnya bahan tambalan semen ionomer kaca diaplikasikan kedalam lubang gigi. Karakteristik semen ionomer kaca ini adalah daya alir ( flow rate ) yang tinggi sehingga bisa mengisi ruang dalam kavitas (Alkhayam,2007) dan  (Andavasari, 2005).

Atraumatic Restorative Treatment merupakan prosedur pembuangan jaringan gigi yang terkena karies dan penumpatan dengan bahan  adhesif. Atraumatic Restorative Treatment  adalah bagian dari perawatan minimal intervensi, yang merupakan metode tata cara perawatan gigi yang berusaha untuk mengontrol perkembangan lesi karies. Pada dasarnya terdiri dari penyingkiran jaringan karies dan pengisian kavitas dengan bahan adhesif yang tepat berkaitan dengan prinsip preventif dan edukasional. Bahan restorasi Semen Ionomer Kaca diindikasikan untuk Atraumatic Restorative Treatment dikarenakan kemampuan adhesinya dan sifat melepas fluorida sama baiknya seperti mekanisme setting kimiawinya sehingga perawatan ini dianjurkan untuk daerah-daerah yang kurang memadai infrastrukturnya.

Minimal intervensi pada kedokteran gigi didefinisikan sebagai suatu perawatan terhadap karies dengan mengambil jaringan gigi yang terdemineralisasi saja dan mengarah kepada pemeliharaan sturktur gigi yang sehat sebanyak mungkin. Sebuah metode baru dengan prinsip minimal intervensi dalam merawat karies gigi yang diperkenalkan pada pertemuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Hari Kesehatan Sedunia tahun 1994. Pendekatan ini disebut sebagai “Atraumatic Restorative Treatment” (ART). Atraumatic Restorative Treatment pada awalnya berkembang untuk digunakan pada negara yang kurang berkembang dimana perawatan gigi secara lengkap tidak tersedia. Atraumatic Restorative Treatment merupakan bagian dari minimal intervensi meliputi komponen restoratif dan preventif terdiri dari pembersihan kavitas gigi secara manual dengan instrumen tangan dan merestorasinya dengan bahan adhesif yang mampu melepaskan fluorida seperti semen ionomer kaca.

Keuntungan Atraumatic Restorative Treatment lainnya seperti terpeliharanya struktur jaringan gigi yang sehat berkaitan dengan ikatan kimiawi dari Semen Ionomer Kaca serta tanpa adanya pengeboran sehingga dapat meminimalisir rasa sakit dan penggunaan anestesi lokal. Berkaitan dengan sifat-sifat tersebut beberapa orang yang hidup di daerah berkembang bisa mendapatkan perawatan gigi dan mulut dengan Atraumatic Restorative Treatment.

Atraumatic Restorative Treatment diaplikasikan untuk perawatan preventif dan kuratif dalam satu prosedur kerja. Atraumatic Restorative Treatment menggunakan instrumen tangan daripada handpiece elektrik, sehingga mengurangi rasa sakit yang berarti mengurangi kebutuhan terhadap anestesi lokal untuk meminimalisir trauma psikologis terhadap pasien. Atraumatic Restorative Treatment memelihara jaringan gigi yang sehat dan tidak menimbulkan banyak trauma.

Alat–alat yang di gunakan untuk perawatan Atraumatic Restorative Treatment :1. Alat genggam standar seperti kaca mulut, sonde, pinset dan excavator. 2. Dental Hatchet hoe dan pahat email berfungsi untuk melebarkan kavitas dan mengangkat email yang tidak sehat, 3. Applier / Carver, 4. Mixing pad dan spatula, 5. Plastik filling instrument dan carver, 6. Untuk klas II perlu matriks dan baji.

5.      Prosedur Atraumatic Restorative Treatment

1.    Menurut  ( Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995 ) prosedur Atraumatic Restorative Treatment adalah sebagai berikut :

a.         Persiapan tempat untuk pasien

b.        Persiapan bahan dan alat tambalan

c.         Persiapan dalam mulut dengan mempertahankan daerah operasi tetap kering

d.        Preparasi lubang gigi, dengan cara jaringan karies dibersihkan dengan excavator sampai tidak ada lagi dentin yang lunak, lalu bersihkan  dan keringkan kavitas.

e.         Setelah preparasi selesai pasien diinstruksikan untuk oklusi dengan maksud untuk melihat kontak lubang

f.         Bersihkan lubang gigi / pit dan fisurre dengan dentin conditioner

g.        Bersihkan lubang dengan cotton pelet yang dibasahi air

h.        Penumpatan gigi.

Disaat melakukan penumpatan, kavitas harus tetap dalam keadaan kering lalu campurkan bahan semen ionomer kaca yang telah disiapkan sesuai dengan prosedur lalu masukkan bahan pengisi kedalam lubang, pit dan fisurre dengan carver dengan tekanan ringan.

i.          Tekan dengan jari

j.          Buang bahan yang berlebihan

k.        Tutuplah dengan varnish

l.          Periksalah gigitan

m.       Dianjurkan pasien untuk tidak dipakai makan lebih kurang 1 jam

2.    Menurut Drg. Irene Adyatmaka

a.    Preparasi

1.    Isolasi : Kapas gulung mengabsorbsi saliva mempertahankan gigi tetap kering

2.    Hilangkan plak dengan menggunakan butiran kapas

3.    Eksplorasi dengan sonde memastikan karies

4.    Gunakan hatchet untuk mencari jalan masuk

5.    Putar hatchet untuk memperbesar jalan masuk

6.    Gunakan excavator untuk mengerok jaringan karies

Batas pengerokan dilakukan dengan pendekatan biologik, yaitu sebatas zona bakteri dan destruksi dentin, bentuk dan luas pengerokan tergantung lesi  karies

7.    Bersihkan kavitas dengan kapas basah

8.    Keringkan dengan kapas kering

b.   Conditioning

1.    Lakukan conditioning dengan conditioner, dapat pula dengan liquid yang mengandung asam poli-akrilat karena tanpa conditioning ada “smear layer” yang dapat mengganggu ikatan bahan tambalan dengan dentin. Conditioning membersihkan ”smear layer“, menjamin ikatan semen ionomer kaca dengan  dentin lebih baik. Conditioning memperkuat ikatan bahan tambalan dua kali lipat

2.    Bersihkan kavitas dengan kapas basah dan lakukan sedikitnya tiga kali bilas

3.    Keringkan dengan kapas kering

c.    Dispensing

1.    Buka botol powder  

2.    Buka seal  botol powder, pembatas plastik jangan di buka !

3.    Tutup kembali botol

4.    Kocok botol agar  konsistensi  powder homogen, lalu ketukkan di telapak tangan agar powder tidak tercecer di penutup botol

5.    Takar  powder sesendok peres dan pastikan bahwa senduk powder bersih. Gunakan pembatas plastik untuk memeres

6.    Taruh takaran powder pada paper - pad

7.    Bagi powder menjadi dua bagian

8.    Tutup kembali botol karena powder bersifat hygroskopis

9.    Buka tutup botol cairan dan pastikan pipet botol bersih lalu miringkan pipet botol secara perlahan agar gelembung udara tidak terjebak dalam pipet botol dan posisikan botol dengan pipet botol menghadap ke bawah.

10.  Teteskan satu tetes cairan. Tetes pertama digunakan sebagai conditioner

11.  Posisikan kembali botol dengan pipet botol menghadap ke bawah. Teteskan satu tetes cairan dengan tetap pada posisi itu, teteskan tetes kedua, sebagai cairan

12.  Powder dan cairan siap diaduk

d.   Mixing

1.    Ratakan cairan selebar kancing

2.    Aduk dengan setengah bagian powder, gerakan mengaduk sirkular

3.    Aduk dengan setengah bagian powder, gerakan mengaduk rotasi sekitar 10-15 detik

4.    Aduk keseluruhan powder hingga diperoleh konsistensi seperti pasta antara 15-20 detik

e.    Placement

1.    Masukkan semen kedalam kavitas  secara bertahap hingga penuh. dalam waktu sekitar 30 detik

2.    Ratakan semen melalui dua pendekatan yaitu :

1. Tekan dengan jari  kesegala arah

2. Dengan aluminium foil dengan mengigit foil menurut oklusi

3.    Potong sisa semen dengan carver

4.    Periksa oklusi / gigitan

5.    Oleskan varnis ke permukaan gigi

f.     Instruksikan pasien agar tidak dipakai makan pada gigi yang ditambal selama satu jam setelah penambalan







B.       Kerangka  Konsep

Faktor kepatuhan:


1.      Imbalan

2.      Hukuman

3.      Pengawasan

4.      Kesadaran  


Latar belakang pendidikan:

1.SPRG

2.Akademi


 






Kepatuhan perawat gigi terhadap prosedur

Atraumatic Restorative Treatment


Tingkat pengetahuan perawat gigi tentang Semen Ionomer Kaca


                                                         

                                                 

                                                         



                                                           Variabel Bebas                    Variabel Terikat

  

Pelatihan


 




  Keterangan :

 =  Variabel yang diteliti

=  Variabel yang tidak diteliti



BAB III

METODE PENELITIAN


A.      Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang dipilih adalah jenis penelitian deskriptif yaitu untuk menggambarkan tentang pengetahuan perawat gigi tentang semen ionomer kaca serta  kepatuhan prosedur Atraumatic Restorative Treatment dalam praktek keperawatan gigi pada puskesmas di Kota Kupang.

B.       Lokasi Penelitian

Lokasi dari penelitian ini adalah puskesmas se-Kota Kupang.

C.      Populasi dan Sampel

1.    Populasi

     Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat gigi yang bekerja di poliklinik gigi pada puskesmas di Kota Kupang yang berjumlah 26 orang.

2.    Sampel

     Berdasarkan prosedur pengambilan sampel, dilihat dari jumlah populasi maka teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik total sampling, dimana sampel yang diambil adalah jumlah seluruh populasi yang ada yaitu 26 orang, (Arikunto, 2006).

D.      Variabel Penelitian

Variabel  Bebas  : Tingkat pengetahuan perawat gigi tentang semen ionomer   kaca

Variabel Terikat : Kepatuhan perawat gigi terhadap prosedur Atraumatic Restorative Treacment



E.        Definisi Operasional

1.      Pengetahuan adalah pemahaman perawat gigi di Kota Kupang tentang semen ionomer kaca.

2.      Kepatuhan adalah ketaatan perawat gigi di Kota Kupang terhadap prosedur Atraumatic Restorative Treacment.

F.       Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1.    Kuesioner  (daftar pertanyaan)

Kuesioner ini dibuat untuk menilai tingkat pengetahuan perawat gigi (Responden) tentang glass ionomer semen dan disusun sendiri oleh peneliti yang terdiri dari dua puluh satu butir pertanyaan. Apabila responden menjawab benar, diberi skor “1”, dan jika menjawab salah, diberi skor “0”. Skor tertinggi yang dapat diperoleh responden adalah 21 dan skor terendah adalah 0.

Pengetahuan perawat gigi dikatakan “rendah” jika rentang nilai yang diperoleh 0-6, “sedang”, jika rentang nilai yang diperoleh 7-13, “baik”, jika rentang nilai yang diperoleh 14-21.

2.    Daftar tilik untuk menilai kepatuhan perawat gigi (Responden) terhadap prosedur Atraumatic Restorative Treatment (ART) dan disusun sendiri oleh peneliti yang terdiri dari dua puluh delapan butir penilaian. Apabila responden melakukan prosedur, diberi skor “1”,dan jika responden tidak melakukan prosedur, diberi skor “0”. Skor tertinggi yang dapat diperoleh responden adalah 28 dan skor terendah adalah 0.

Prosedur Atraumatic Restorative Treatment dikatakan “rendah” jika rentang nilai yang diperoleh 0-9, “sedang”, jika rentang nilai yang diperoleh    10-19, “baik”, jika rentang nilai yang diperoleh 20-28.

G.       Analisa Data

Analisa data yang akan digunakan dalam pengolahan data adalah analisa deskriptif kualitatif. Setelah data dikumpulkan maka data-data tersebut diseleksi untuk mengetahui kelengkapannya, kemudian data-data tersebut diolah dan dimasukan dalam tabel distribusi frekuensi secara manual dengan alat bantu komputer.

H.       Jalannya Penelitian

1.    Persiapan

a.       Memberikan surat ijin penelitian kepada puskesmas di Kota Kupang .

b.      Persiapan daftar pertanyaan (kuesioner) yang akan diisi oleh responden dan daftar tilik yang akan di isi oleh peneliti sendiri.

2.    Pelaksanaan

a)   Pengisian daftar pertanyaan (kuesioner) oleh responden.

b)   Pengisian daftar tilik oleh peneliti.

3.    Pengolahan data dan penyusunan proposal

a.       Data primer

      Data primer diperoleh melalui :

1)   Kuesioner yang telah diisi oleh responden.

2)   Pengisian daftar tilik oleh peneliti sendiri mengenai penerapan prosedur Atraumatic Restorative Treatment.

b.      Data sekunder

      Data yang diperoleh melalui literatur-literatur dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu tentang prosedur Atraumatic Restorative Treatment.















Daftar Pustaka


Adyatmaka,I., 2000,   Training course   Performance Logic Intercountry centre

 for oral health Chiangmai, Thailand.

Anusavice, K. J., 2004, Philips Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi Edisi 10, EGC, Jakarta.

Anoraga, P. 1993, Psikologi Dalam Perusahaan, Rieka Cipta, Jakarta.

Arikunto,S.,2010, Prosedur Penelitian, PT.Rineka Cipta, Jakarta.

Arikunto,S.,2006, Prosedur Penelitian, PT.Rineka Cipta, Jakarta.

Baum dkk,1997, Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi Edisi III, EGC, Jakarta.

Davidovich,E,.dkk., 2007, Surface antibacterial properties of glass ionomer cements used in atraumatic restorative treatment, JADA (138) : 1347-1352.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990/1991, Pedoman Kerja Puskesmas, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Pedoman Kerja Puskesmas, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1996, Pedoman Kerja Puskesmas, Jakarta.

Depdikbud. 2003.  Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Frencken,E.J., 1997, Manual for Atraumatic Restorative Treatment Approach To Control Dental Caries, WHO CC OH SR, Groningen.

Indonesia Dental Nurse Assosiation, 2009, Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perawat Gigi Indonesia, Semarang.

Anwar, Teori Perkembangan Kognitif, 2007, Jakarta : EGC.

Niven, Neil.,2002, Psikologi Kesehatan. EGC. Jakarta.

Notoatmodjo, Prof. Dr. Soekidjo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Ed.2003. Rineka Cipta

--------------------------------------------, 2005, Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta

--------------------------------------------,2007,  Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Ed..Rineka Cipta.

Sulastri, Abstrak, www.google.com, 2010. Jakarta.

Notoatmodjo. S ,2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Cetakan I, Jakarta,

            PT. Rineka Cipta.

Powers, J. M., and Sakaguchi, R. L., 2006, Craig’s Restorative Dental Materials, Mosby Elseiver,St. Loui.